Sabtu, 05 Januari 2013

What I Stand For Waiting is... nothing.

Sudah lama ingin kupublikasikan kalimat-kalimat ini. Mungkin lewat status facebook atau tweet, tapi itu semua tidak pernah kulakukan karena social media bukan tempat yang tepat untuk aliran kata-kata hatiku. Entah, aku tidak tahu mengapa aku harus menempatkan deretan kata ini di tempat yang banyak dijamah orang. Mungkin karena perasaanku yang tak kunjung temui hilirnya, atau karena perahu kertas yang belum pernah aku layarkan ke derasnya air menuju rumahmu. Tapi aku selalu tahu, degup jantungku selalu memaksa agar kau mengetahui semua yang bahkan aku sendiri tak mau mengakuinya.

Kalau aku sempat membuat perahu kertas –terinspirasi Dee (Dewi Lestari, pengarang novel perahu Kertas), thanks Sista- aku akan menuliskan semua tentangmu di kertas itu. Lalu kuhanyutkan di laut, biar ikan-ikan, terumbu karang, alga, tiram, dan semua mengenal dirimu. Hingga jika suatu saat mereka bertemu denganmu, kuharap mereka akan sampaikan apa yang belum sempat ku katakan.

Laut, samudera itu akan menelan dukaku. Mencerna penderitaan dan hancurkan semuanya agar aku tenang, agar aku bersuka. Tak peduli kertas itu kotori dasar baharimu, tapi aku tahu, dunia tak terlalu kikir untuk berbagi keceriaan walau harus korbankan diri. Itu yang mereka lakukan selama ini, bukan?

Tapi entah jika paus menelan perahuku. Biar paus itu rasakan pahitnya! Biar raksasa lautan itu juga tahu rasanya makhluk darat yang lelah menunggu.

Tapi bagaimana jika keajaiban datang? Membawa perahuku menuju sungai dekatmu, menuju hatimu? Bacalah semua yang ada dalam perahu kertas, dan pahami. Tak perlu mengerti aku, cukup ketahui makna kerinduan. Aku tak meminta untuk dirindukan karena aku bukan orang yang tepat, tapi bayangkan kerinduanmu terhadap seseorang yang tak membalas penantianmu. 

Karena seperti itulah aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar