Sudah lama ingin kupublikasikan kalimat-kalimat ini. Mungkin
lewat status facebook atau tweet, tapi itu semua tidak pernah kulakukan karena social
media bukan tempat yang tepat untuk aliran kata-kata hatiku. Entah, aku tidak
tahu mengapa aku harus menempatkan deretan kata ini di tempat yang banyak
dijamah orang. Mungkin karena perasaanku yang tak kunjung temui hilirnya, atau karena
perahu kertas yang belum pernah aku layarkan ke derasnya air menuju rumahmu. Tapi
aku selalu tahu, degup jantungku selalu memaksa agar kau mengetahui semua yang
bahkan aku sendiri tak mau mengakuinya.
Kalau aku sempat membuat perahu kertas –terinspirasi Dee
(Dewi Lestari, pengarang novel perahu Kertas), thanks Sista- aku akan
menuliskan semua tentangmu di kertas itu. Lalu kuhanyutkan di laut, biar
ikan-ikan, terumbu karang, alga, tiram, dan semua mengenal dirimu. Hingga jika
suatu saat mereka bertemu denganmu, kuharap mereka akan sampaikan apa yang
belum sempat ku katakan.
Laut, samudera itu akan menelan dukaku. Mencerna penderitaan
dan hancurkan semuanya agar aku tenang, agar aku bersuka. Tak peduli kertas itu
kotori dasar baharimu, tapi aku tahu, dunia tak terlalu kikir untuk berbagi
keceriaan walau harus korbankan diri. Itu yang mereka lakukan selama ini,
bukan?
Tapi entah jika paus menelan perahuku. Biar paus itu rasakan
pahitnya! Biar raksasa lautan itu juga tahu rasanya makhluk darat yang lelah
menunggu.
Tapi bagaimana jika keajaiban datang? Membawa perahuku
menuju sungai dekatmu, menuju hatimu? Bacalah semua yang ada dalam perahu
kertas, dan pahami. Tak perlu mengerti aku, cukup ketahui makna kerinduan. Aku tak
meminta untuk dirindukan karena aku bukan orang yang tepat, tapi bayangkan
kerinduanmu terhadap seseorang yang tak membalas penantianmu.
Karena seperti
itulah aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar